Thursday 25 June 2009

Berangan-angan Negara Beragama

Sejarah

Masyarakat Indonesia adalah warga Negara Indonesia yang berada di wilayah pemerintahan Indonesia dari Sabang (Aceh) sampai Merauke (Papua Barat). Penduduk Indonesia ini pada Abad sebelum 14 M merupakan masyarakat yang hidup dengan system kerajaan. Berabad-abad sebelumnya mereka silih berganti menjadi masyarakat yang memiliki budaya, sistem, agama dan adat tergantung raja yang berkuasa. Mereka hidup di bawah kerajaan Hindu dan Budha.

Pada abad 14 M atas kerjasama-kerjasama yang dijalin oleh Raja-Raja di Indonesia, berkembanglah penduduk Indonesia dari satu suku atau adat menjadi suku/adat yang majemuk. Mereka menjadi majemuk karena adanya perkawinan antar suku, perkawinan berbeda agama, perkawinan berbeda adat, dan karena kerjasama diantara mereka.

Kemajemukan mereka bukan hanya pada kasta kerajaan, namun juga pada penduduk di luar kasta kerajaan. Kemajemukan yang kemudian menjadikan toleransi, dan kerjasama senantiasa terjalin terus hingga menjadi adat/sistem yang diturunkan.

Perpaduan masyarakat penganut agama Hindu dan Budha dari tanah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, Papua, Sulawesi, Nusa Tenggara dan pulau-pulau kecil di Indonesia memberikan warna tersendiri dalam berbudaya meskipun agama mereka berbeda. Perpaduan antara penduduk Indonesia ini juga terjalin bersama penduduk mancanegara yang memiliki budaya dan agama sendiri. Penduduk Arab, India, China, Eropa, bahkan Afrika menjalin kerjasama begitu erat dengan penduduk Indonesia. Hingga Indonesia memiliki penduduk dengan berbagai variasi budaya yang turun temurun.

Perpaduan tersebut masing-masing diatur dan dibatasi pelaksanaannya dengan agama. Masing-masing agama Hindu, Budha, Islam, Katolik, Kristen, Protestan memberikan batasan-batasan pada pemeluknya untuk menerima budaya dan system yang mereka jalankan. Nilai-nilai yang kemudian menjadi buahnya adalah kerukunan. Sehingga masing-masing penganut agama tidak ada yang berseteru namun bekerjasama untuk kebutuhan dunia dan akhiratnya masing-masing tanpa merugikan satu sama lain.

Pancasila

Pada abad 14 M – 15 M berdiri kesultanan-kesultanan hasil dari perubahan dan perpaduan kebudayaan dengan kebudayaan dari para pemeluk agama yang berbeda di Indonesia dari masyarakat bangsawan maupun bukan bangsawan. Perubahan tersebut tidak serta merta diikuti oleh seluruh pemeluk agama, tentu bagi pemeluk agama Islam mereka memiliki budaya pemerintahan tersendiri yang mengikat. Sebagai pelaksanaan pemerintahan Islam dalam kesultanan mereka berada dalam satu kepemimpinan khalifah. Sehingga kesultanan ini menerapkan pemerintahan islam dalam wilayahnya saja sedangkan dalam wilayah yang lebih luas berada dalam koordinasi khalifah di Turki dan Makkah.

Peperangan Khalifah di Eropa memberikan dampak pada kesultanan di Indonesia, sehingga kesultanan-kesultanan di bawah koordinasi Khalifah juga ikut melakukan peperangan. Peperangan ini berlangsung kurang lebih 350 tahun kira-kira 1580 M – 1945 M di Indonesia. Setelah 17 Agustus 1945 Indonesia yang juga masih memiliki kesultanan-kesultanan, bersatu dalam satu Negara RI yang diproklamasikan oleh Ir. Soekarno dan Muhammad Hatta mewakili rakyat Indonesia dihadapan seluruh rakyat Indonesia dan dunia. Sehingga penerimaan proklamasi RI kemudian meluas keseluruh wilayah Indonesia dan mendapatkan pengakuan dari mancanegara. Perkembangan yang sebelumnya berupa angan-angan menjadi sebuah kenyataan, sehingga budaya dan sistem yang pernah ada menjadi rujukan dalam pelaksanaan pemerintahan RI.

Pada masa 1945 M – 1966 M Negara Republik Indonesia berada dalam masa sulit, sulit menemukan perpaduan budaya dan sistem kenegaraan. Kesulitan ini mengerucut pada perbedaan pondasi bernegara dalam Pancasila, Agama (Islam), Agama (Kristen), Agama (Hindu), atau Komunis (Atheis). Ancaman untuk lepas dari NKRI, atau menyatakan lepas dari RI mendirikan Negara dalam Negara sering terjadi. Hingga pada tahun 1967 M RI menyatakan kembali kepada Pancasila dan UUD’45 dengan pelaksanaan yang murni dan konsekuen di bawah pemerintahan Soeharto. Dan ternyata pemerintahan ini berlangsung selama 32 tahun (1967 M- 1998 M).

Pancasila yang berisikan 5 sila diterjemahkan, dan masing-masing diberi butir-butir pengamalan dalam kehidupan sehari-hari yang disebut P4 (eka prasetia panca karsa) atau butir-butir Pancasila. Perubahan kenegaraan yang sebelumnya negara berdasarkan agama Hindu/Budha sebagai kerajaan, berdasarkan agama Islam sebagai kesultanan, berdasarkan kolonial/penjajahan sebagai Gubernur Jenderal di bawah kerajaan Belanda, berdasarkan kolonial/penjajahan Jepang dibawah kekaisaran Jepang, berdasarkan pemerintahan modern dengan sistem republik presidensial, republik parlementer, hingga kembali kepada sistem republik presidensial.

RI mengalami berjalanan politik yang tidak jelas, mengalami penggunaan sistem kenegaraan yang tidak konsisten, mengalami penurunan orientasi bernegara. Perubahan perjalanan bertatanegara pada tahun 1945 – 1966 bukan untuk kesejahteraan rakyat, namun untuk memberikan suara kepada wakil-wakil rakyat. Hingga akhirnya presiden mengambil alih seluruh kendali negara dengan sistem demokrasi terpimpin pada tahun 1959 – 1965. Pada sistem ini juga tidak sepenuhnya terpimpin oleh Presiden karena dalam pelaksanaannya Presiden masih dibantu kabinet-kabinet yang berasal dari partai-partai politik yang menjadi peserta sidang konstituante yang telah Presiden bubarkan. Pelajaran dari ketatanegaraan tersebut berhasil dengan pelaksanaan pemerintahan presidensial oleh Suharto pada masanya. Dia mempraktekkan trias politikal dengan posisi-posisinya, menjadikan negara benar-benar berada di bawah kendali presiden sebagai mandataris MPR dalam sistem presidensial. Periode demi periode perbedaan pandangan politik dari multipartai dengan asas partainya disederhanakan hingga hanya menjadi 3 partai dan diharuskan menggunakan asas tunggal pancasila.

Agama

Pelaksanaan ibadah bagi pemeluk-pemeluk agama islam, kristen, hindu, budha, katolik, dan protestan dari masa ke masa memiliki nilai kekhusukan yang berbeda. Dan hal ini juga ternyata disebabkan oleh sistem pelaksanaan ketatanegaraan. Sebut saja mereka sebagai pemeluk agama pada masa perjuangan kemerdekaan mereka berjuang untuk mendapatkan kekhusukan dalam beribadah, setelah kemerdekaan mereka menjalankan ibadahnya untuk hubungan sesama manusia dan bernegara. Hingga ditulis dalam dasar negara RI Berketuhanan Yang Maha Esa. Yang sebelumnya ada tambahan kata “dengan menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Perseteruan antar pemeluk agama pada jaman dahulu dan sekarang ada kemiripan, yaitu dalam hal kenegaraan, sedangkan dalam hubungan manusia dengan manusia sudah terlaksana toleransi dalam beragama. Bahkan dalam tataran hubungan ini pemeluk agama ada yang mengingatkan untuk beribadah satu sama lain dengan agamanya masing-masing. Juga dalam hal kerjasama usaha/berdagang, bekerja, belajar dan bertetangga.

Namun di saat memikirkan dan menjalankan roda kenegaraan para pemeluk agama ini tidak bisa satu. Hal ini menyebabkan sistem kenegaraan menjadi terhambat, sehingga fungsi pemerintahan untuk membawa kesejahteraan bagi negara juga terhambat.

Agama apapun dalam dasar negara pancasila belum pernah dijadikan sebagai sumber hukum negara, negara mengambil sumber hukum dari hasil musyawarah yang menetapkan UUD sebagai sumber hukum negara. UUD 1945 dilaksanakan dari tahun 1945 – 1950, UUD Sementara dilaksanakan dari tahun 1950 – 1959, kembali ke UUD 1945 dari tahun 1959 – 1999, UUD 1945 Amandemen 2000 – sekarang. UUD 1945 mengalami 4 kali amandemen, dan saat ini 2009 dasar negara yang digunakan adalah UUD 1945 tersebut.

Agama menjadi asas bagi kelompok WNI baik dalam bentuk ormas, lembaga swadaya masyarakat, ataupun partai. Asas dalam berkelompok ini juga mengalami pasang surut dan pernah dilarang pada masa pertengahan hingga akhir orde baru dengan mengharuskan berasas tunggal Pancasila. Penggunaan asas agama kembali diperbolehkan pada masa reformasi dari tahun 1999 M – sekarang.

Perubahan Orientasi

Sejak 1999 negara RI menghapus asas tunggal Pancasila, sampai terlaksana pemilu multi partai yang kedua pada tahun 2009. Peserta pemilu ternyata begitu banyak dari tahun pemilu ke pemilu (2004 dan 2009) menjadikan wacana baru berkembang untuk merampingkan jumlah partai sampai 10 partai atau kurang dari 10. Wacana ini mengajak partai-partai politik untuk saling bekerjasama dan membangun koalisi, sehingga dari 44 partai peserta pemilu 2009 bisa menjadi 10 atau bahkan kurang dari 10. Pada saat pemilu legislatif 2009 sudah selesai dari 44 partai hanya 7 partai yang lolos electoral treshot (ET) dengan asas pancasila (PD, PDIP, GOLKAR , GERINDRA, dan HANURA) dan islam (PPP, PKB, dan PKS). Pengerucutan jumlah partai ini tentu saja tidak kemudian mencabut kembali penggunaan asas agama di dalam berorganisasi oleh masyarakat RI. Karena peristiwa pemaksaan perampingan partai pada masa ORBA menjadi 2 partai dan satu Golkar sudah dicabut. Orientasi asas agama memiliki dampak positif bagi perkembangan pembangunan Indonesia. Sebagai contohnya agama islam mampu memberikan kajian dan solusi bagi krisis ekonomi dengan menerapkan ekonomi syariah, mampu membuka bisnis dengan bisnis syariah, sehingga seharusnyalah penggunaan asas agama bisa dijalankan selamanya.

Judul selanjutnya :

Kontroversi Bernegara dengan Beragama


ORIFLAME UNIVERSITY

Blog Archive

ALAMAT IP KAMU

streetdirectory.co.id

Muthofar Hadi Sponsor Umroh/Haji

PT Armina Reka Perdana adalah salah satu agen perjalanan Haji/Umrah di Indonesia yang sudah berdiri sejak 1990. Ikuti jamaahnya dan dapatkan kuotanya, Bergabung Klik di sini.