Monday 1 February 2010

Makam Pangeran Jayakarta di Jatinegara

Setiap hari, hiruk pikuk pembeli dan lalu lalang kendaraan mewarnai jalan raya Jatinegara yang berada di timur Jakarta ini. Aktivitas perdaganganpun membuat Jatinegara yang akrab disebut Mester ini terlihat lebih hidup.

Ini tidak terlepas dari sejarah Jatinegara yang sejak zaman Belanda memang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan di Batavia. Tetapi banyak yang tidak tahu bahwa daerah ini sebelumnya merupakan tempat pelarian pangeran Jayakarta setelah kota Jayakarta direbut oleh tentara Belanda.

Awalnya, Jatinegara merupakan hutan belukar yang banyak ditumbuhi pohon jati. Di tempat inilah Pangeran Jayakarta melarikan diri dari kota Jayakarta pada tanggal 30 Mei 1619 setelah dikalahkan oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen.


Lalu Pangeran Jayakarta membuka hutan untuk dijadikan sebagai tempat pemerintahan dalam pengasingan dengan dibantu pengikutnya yang tersisa. Pada saat itu, daerah ini memang belum menjadi bagian dari kota Jayakarta.

Mengenai penggunaan nama Jatinegara di wilayah ini terdapat perbedaan pendapat. Satu pendapat mengatakan bahwa nama Jatinegara diberikan oleh Pangeran Jayakarta saat mengungsi di daerah ini.

Nama JHatinegara berarti negara yang sejati. Dengan nama ini, Pangeran jayakarta berusaha membuktikan bahwa pemerintahannya masih berjalan walaupun kota Jayakarta telah direbut oleh Belanda dan diubah menjadi nama Batavia.

Sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa nama Jatinegara diambil karena pada zaman Belanda, wilayah ini merupakan hutan jati yang sangat  rimbun. “Dinamakan Jatinegara karena dulu menurut kakek saya di sini ini penuh pohon Jati, kemudian dibuka oleh Mester (Cornelis)” ujar seorang warga Jatinegara, Sunarya, 50 tahun.

Walau perlawanan sering dilakukan, namun pasukan tentara Belanda yang semakin kuat membuat Pangeran Jayakarta tidak memiliki kesempatan untuk merebut kembali kota Jayakarta. “Dari Jatinegara, pangeran dan pangikutnya bergerilya membuat Batavia tidak pernah aman selama 80 tahun” tulis Sejarawan Betawi, Alwi Shahab.

Pangeran Jayakarta pun menetap di daerah ini dalam waktu yang lama. Lama kelamaan, keturunan Pengeran Jayakarta dan pengikutnya mulai beranak pinak di daerah ini hingga membentuk perkampungan keluarga bernama kampung Jatinegara Kaum.

Pada saat itu, daerah Jartinegara hanya dihuni oleh keturunan keluarga pangeran Jayakarta dan pengikutnya saja. Dalam perkembangan selanjutnya wilayah Jatinegara pun mulai meluas dan dihuni oleh warga di luar keturunan Pangeran Jayakarta.

Momentum perkembangan kota Jatinegara menjadi kota perdagangan terjadi pada tahun 1661, ketika seorang guru agama Kristen yang berasal dari Banda, Maluku, Meester Cornelis van Senen membeli sebidang tanah di Jatinegara yang berada di sekitar aliran sungai Ciliwung.

Tanah yang dimiliki oleh Cornelis van Senen lambat laun berkembang menjadi pemukiman dan pusat perdagangan yang ramai. Sosok Meester Cornelis yang terkenal sebagai guru agama membuat masyarakat pun seringkali menyebut wilayah ini dengan nama Meester Cornelis atau Mester.


Pada 6 April 1875 silam, sarana transportasi pendukung mulai dibangun di wilayah ini dengan diresmikannya jalur kereta yang menghubungkan Jatinegara dengan Jakarta Kota. Di tahun 1881, trem uap penghubung Kampung Melayu (Meester Cornelis) dengan Kota Intan (Batavia) pun mulai beroperasi.

Jatinegara juga menjadi salah satu kota yang dilewati jalur Anyer-panarukan yang dibangun Daendels untuk pengembangan perekonomian pulau Jawa. Pada abad ke-19, Meester Cornelis pun menjadi kota satelit Batavia yang terkemuka.

Sehingga 1 Januari 1936, pemerintah Belanda memasukkan wilayah Jatinegara ke dalam bagian kota Batavia.

Kisah panjang yang dimiliki Jatinegara masih terlihat dari sejumlah peninggalan sejarah yang tersisa. Diantaranya adalah masjid kuno dan makam Pangeran Jayakarta Wijayakrama yang terletak di Jalan Raya Jatinegara Kaum, di tepi timur sungai Sunter.

Komplek makam yang terdiri dari makam Pangeran Jayakarta dan keluarga pangeran yang terletak di sebelah barat daya masjid. Sedangkan, gedung bersejarah peninggalan Belanda adalah Gedung Wedana Meester Cornelis yang terletak depan Stasiun Jatinegara.

Di gedung bergaya Eropa inilah pemerintahan Jatinegara dipusatkan. Selain itu juga, bangunan ini digunakan untuk tempat tinggal Meester Cornelis.

Siswanto, Lutfi Dwi Puji Astuti
Gedung pekantoran di kawasan Kuningan, Jakarta (VIVAnews/Tri Saputro)

Jangan Menggosok Kelopak Mata Dengan Tangan

Mencegah Kornea Mata Agar Tidak Rusak
Kerusakan pada kornea, bisa terjadi dari kebiasaan buruk.

  (dok. Corbis)
 



SURABAYA POST -- Kebiasan menggosok kelopak mata dengan tangan bisa menjadi salah satu penyebab kerusakan pada kornea. Apalagi kornea merupakan organ mata yang sangat vital, mudah iritasi dan terinfeksi.

Spesialis dokter mata, dr Dwi Ahmad Yani SpM mengatakan kornea merupakan organ mata yang memiliki fungsi sangat penting. Namun, organ ini juga mudah terkena iritasi. Bila iritasi dibiarkan berlarut-larut dan terlambat dalam penanganannya bisa berakibat fatal bahkan bisa menyebabkan kebutaan permanen.

”Bila kerusakan pada kornea sudah parah, tidak ada obat atau tindakan operasi yang bisa dilakukan. Kecuali transplantasi kornea mata,” katanya, Senin 1 Februari 2010.

Dokter spesialis mata ini menerangkan kerusakan pada kornea, bisa terjadi dari kebiasaan buruk. Yaitu kebiasaan menggosok kelopak mata saat mata terasa tidak enak karena ada benda asing yang masuk ke dalam mata.

Biasanya, saat menggosok kelopak mata, seseorang akan merasakan kenyamanan sehingga tanpa mereka sadari akan terus menggosok mata. Gosokan yang sering dan keras bisa menyebabkan jaringan kornea tergores sehingga menyebabkan luka. Bila luka tersebut dibiarkan bisa menyebabkan gangguan penglihatan.

Selain kebiasan menggosok mata, Dwi menambahkan kebiasaan masyarakat menggunakan obat mata tanpa sepengetahuan dokter juga tidak baik bagi kesehatan mata. Tidak sedikit pasien yang datang ke dokter setelah mereka mencoba untuk mengobati sendiri keluhan mereka dengan menggunakan obat mata yang dijual bebas di pasaran.

”Ada pasien saya yang menggunakan obat tanpa pengawasan dokter secara terus menerus selama 2 tahun pada anaknya. Sekarang anaknya yang baru berusia 9 tahun terkena glukoma,” tuturnya.

Dwi menerangkan penggunaan obat mata yang dijual bebas memang boleh digunakan. Namun tidak boleh lebih dari 3 hari. Bila keluhan tersebut masih ada, sebaiknya pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter. Sehingga, bisa diketahui sumber penyebab gangguan dan diberikan obat yang tepat.

Apalagi untuk kasus alergi, urai Dwi, tidak bisa disembuhkan secara permanen. Alergi pada mata akan terus terjadi berulang-ulang. Sehingga bila tidak diperhatian , bisa menyebabkan kerusakan yang fatal pada mata. Yang terpenting adalah mengetahui pencetus alergi dan selalu menghindari sumber alergi tersebut.
Copas from Siska Prestiwati • VIVAnews

ORIFLAME UNIVERSITY

Blog Archive

ALAMAT IP KAMU

streetdirectory.co.id

Muthofar Hadi Sponsor Umroh/Haji

PT Armina Reka Perdana adalah salah satu agen perjalanan Haji/Umrah di Indonesia yang sudah berdiri sejak 1990. Ikuti jamaahnya dan dapatkan kuotanya, Bergabung Klik di sini.